Memperingati Hari Guru Dalam Prespektif Agama Islam


Dibuat oleh: Admin
Senin, 25 November 2024 / 23 Jumadilawal 1446 H

Setiap tanggal 25 November kita selalu memperingati Hari Guru Nasional / Hari PGRI. Peringatan ini bertujuan untuk mengenang, menghargai dan memberi apresiasi sebesar-besarnya atas jasa para guru di seluruh Indonesia. Maka kita sebagai warga Indonesia memiliki tugas untuk memulihkan kualitas pendidikan Indonesia, tentunya bukan hanya murid saja yang dituntut untuk diperbaiki, namun semua elemen pendidikan, yaitu guru, murid, dan orang tua murid.
            Agama Islam sendiri memposisikan seorang guru sebagai suatu tempat yang mulia. Karena guru merupakan orang yang berilmu sehingga dapat menjadi contoh kepada murid-muridnya. Allah Subhanahu wa ta’ala  Guru adalah seorang yang berilmu, sedang orang yang beriman dan berilmu akan Allah tinggikan derajatnya. Allah swt berfirman dalam Al-Quran surah al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi :

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Ada sebuah kisah dimana Imam al-Syafi’i pergi mengunjungi Amirul Mukminin Harun Arrasyid. Beliau meminta izin untuk masuk ke rumahnya. Sampai di sana, Imam Syafi’i ditemani pembantu Harun Arrasyid untuk menemui Abu ‘Abdul Shamad, guru yang mengajari anak-anak Khalifah Harun. Si pembantu berkata kepada Imam Syafi’i: Wahai Imam, ini adalah anak-anak Khalifah Harun dan itu adalah guru mereka, barangkali engkau berkenan memberikan nasihat kepada mereka.
Imam Syafi’i pun dengan senang hati memberikan nasihat berharga kepada Abdul Shamad: Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam mendidik seorang murid adalah memperbaiki dirimu terlebih dahulu. Sungguh, pandangan mereka tertuju kepadamu. Mereka akan mengikuti kamu dalam memandang baik buruknya sesuatu. Maka ajarilah mereka Al-Quran. Jangan kamu paksa mereka sehingga mereka jadi bosan untuk belajar, jangan juga kamu terlalu lalai sehingga mereka meninggalkan pelajaran. Kemudian ajarilah mereka syair dan hadis supaya jiwa mereka menjadi baik dan mulia. Dan janganlah kamu bawa mereka dari satu pelajaran ke pelajaran lainnya, sebelum mereka benar-benar menguasai pelajaran tersebut. Sebab, banyaknya pembicaraan yang masuk ke pendengaran, dapat membuat sesat pemahaman (Muhammad Shiddiq al-Minsyawi, 100 Qishshah wa Qishshah min Hayat al-Syafi’i, Kairo: Qataf Linnasyr wa al-Tawzī’, 2015, hal. 18).

Demikianlah nasihat Imam Syafi’i kepada guru. Guru adalah profesi yang mulia, mereka bertugas menyebarkan ilmu kepada murid-muridnya, mengajarkan etika dan norma yang baik sekaligus menjadi contoh dan panutan. Rasulullah saw bersabda:

فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صلَّى اللّٰهُ عليْهِ وسلَّمَ إنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكتَهُ وأَهلَ السَّماوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الحُوْتَ لِيُصَلُّونَ عَلى مُعَلِّمِ النَّاسِ الخيرَ

Artinya: Keutamaan seorang yang berilmu atas ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian. Sungguh Allah, malaikat, penduduk langit, dan bumi, bahkan semut di sarangnya, juga ikan paus, mereka semua mendoakan orang yang mengajarkan manusia kepada kebaikan.”