Dibuat Oleh : Administrator
Selasa, 9 Juli 2024/ 3 Muharram 1446 H
Kebanyakan dari kita mungkin sudah terbiasa apabila mendengar kata anak yatim, namun apakah kita sudah tergugah untuk membantu kehidupan seorang anak yatim ketika menyaksikan langsung dihadapan kita? Secara tidak kita sadari, banyak sekali kisah yang menceritakan betapa beruntungnya kehidupan orang-orang yang berbuat baik kepada anak yatim yang bahkan tidak disadari oleh orang itu.
Ada kisah yang menceritakan seorang pedagang kurma yang sangat kaya yang berasal dari negeri mesir bernama Athiyah Bin khalaf yang mengalami kebangkrutan hingga harta yang tersisa tinggallah pakaian yang dia gunakan untuk menutupi auratnya.
Bertepatan dengan hari Asyura (hari ke-10 bulan Muharram) setelah melakukan sholat subuh berjamaah dimasjid Amr bin Ash. Ketika dirinya sedang berdoa kepada Allah SWT, datanglah seorang wanita bersama anak-anak kecil yang menghampirinya sembari berkata
“Wahai tuan, aku meminta kepadamu, demi Allah, semoga engkau bisa meringankan kesulitanku dan sudi memberi sesuatu yang aku gunakan untuk bisa memenuhi kebutuhan makan-makan anak-anak ini. Sungguh, ayah mereka telah meninggal. Dia tidak meninggalkan sesuatu apa pun untuk mereka. Aku adalah syarifah. Aku tidak tahu siapa yang akan aku tuju. Aku tidak pernah keluar kecuali hari ini, itu pun karena darurat yang menjadikanku hajat untuk mengorbankan diriku. Dan itu juga bukan merupakan kebiasaanku”.
Mengetahui hal tersebut dalam hati Athiyah berkata “ aku tidak memiliki apa-apa selain baju yang ku pakai ini. Jika aku lepas tubuhku akan terbuka dan auratku akan terlihat. Namun jika wanita ini aku tolak, alasan apa yang akan aku sampaikan kepada Rasulullah kelak?”. Lantas Athiyah berkata kepada wanita tersebut “ Mari pergi kerumahku. Aku akan memberimu sesuatu”’ ucapnya.
Setelah sampai rumah bersama wanita tadi, dirinya langsung masuk rumah dan melepas pakaian yang dia kenakan dan menggantinya dengan sari lusuh. Lalu athiyah memberikan pakaian yang telah dia lepas kepada wanita tersebut, kemudian wanita itu berkata kepadanya “emoga Allah memberikan pakaian-pakaian surga kepadamu, sehingga engkau tidak butuh kepada orang lain selama hidupmu,”.
Dikisahkan ketika Athiyah tertidur beliau bermimpi melihat bidadari yang teramat cantik hingga tidak ada wanita yang lebih cantik dari bidadari tersebut yang ditanganya terdapat buah yang aromanya sangat mengharumkan. Lantas Athiyah bertanya “ siapakah kamu ini?” dan sang bidadaripun menjawab “ aku adalah Asyura, istrimu disurga.” Jawab si bidadari tersebut, Athiyah kembali bertanya “Dengan amalan apa aku memperoleh kemuliaan ini?” kemudian bidadari itu menjawab “ dengan seorang janda miskin dan anak-anak yatim yang kemarin engkau berbuat baik kepadanya” jawab si bidadari.
Setelah itu Athiyah terbangun dari tidurnya dengan kondisi harum mewangi seisi rumahnya, lantas ia pun mendirikan sholat dua rokaat sebagai bentuk syukurnya kepada Allah sembari berdoa :
إِلَهِيْ إِنْ كَانَ مَنَامِيْ حَقًّا، وَهَذِهِ زَوْجَتِيْ فِي الْجَنَّةِ فَاقْبِضْنِيْ إِلَيْكَ. فَمَا اسْتَتَمَّ الْكَلَامَ حَتَّى عَجَّلَ اللهُ بِرُوْحِهِ إِلىَ دَارِ السَّلاَمِ
Artinya, “Wahai Tuhanku, jika mimpiku itu benar, dan bidadari dalam mimpiku itu adalah istriku di dalam surga, maka matikanlah aku saat ini juga untuk bertemu dengan-Mu.”
belum sampai doa itu selesai dipanjatkan, Allah menyegerakan ruh Athiyah bin Khalaf ke surga Darussalam.
Demikianlah kisah dari Athiyah bin Khalaf, seorang pedagang kurma yang mengalami kebangkrutan hamun dia tetap membantu seorang janda dan anak-anak yatim yang mengalami kesusahan dengan satu satunya harta yang dia punya (pakaian satu satunya) sehingga dimasukkan kedalam surga oleh Allah SWT. Semoga dari kisah ini kita menjadi terinspirasi untuk berlomba lomba dalam melakukan amal kebaikan serta menggugah hati nurani kita untuk selalu menyantuni dan memberikan kasih sayang kepada anak yatim di awal tahun hijriyah sehingga apa yang kita jalani tahun ini bisa lebih baik dan lebih bermanfaat kepada sesama dari tahun lalu, amiin.
Kisah ini diambil dari kitab karya syekh Zainuddin al-Malibari yang berjudul “ Irsyadul ‘Ibad ila Sabilir Rasyad”