Kala itu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendapatkan wahyu untuk menyembelih anaknya, namun Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang kemudian mengganti anak itu dengan seekor kambing.
Kisah ini bersumber dari Al-Qur’an, surat Ash-Shaffat ayat 104-107. Dikisahkan bahwa setelah Nabi Ibrahim berpindah dari negeri kaumnya, ia memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dikarunia seorang anak yang saleh.
Doa Nabi Ibrahim ‘alaihi wasalam dikabulkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tak lama kemudian istrinya, Siti Hajar melahirkan seorang bayi mungil tampan rupawan yang kelak akan menjadi Nabi juga bernama Ismail. Ketika Ismail lahir, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berusia 86 tahun.
Pada suatu malam, Nabi Ibrahim bermimpi agar menyembelih anaknya, Ismail. Sebanyak tiga kali mimpi, namun perintahnya tetap sama, yakni menyembelih anak kesayangan itu. Akhirnya Nabi Ibrahim yakin bahwa itu merupakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang harus dilaksanakan. “Jika benar ini adalah perintah Allah, maka aku akan pasrah dan sabar” (yakinnya dalam hati).
Selanjutnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menceritakan mimpinya itu kepada Nabi Ismail ‘alaihissalam yang kala itu masih kecil. la ingin mendengar pertimbangan anaknya atas perintah itu. “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? tanya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Di luar dugaan, sang anak berbicara dan mengamini perintah dalam mimpi ayahnya. Nabi Ismail tidak merasa takut ataupun marah kepada ayahnya. Karena ia yakin mimpinya merupakan wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. “Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insyaa Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,” kata Nabi Ismail a’laihissalam
Keputusan Ismail itu dipilih sendiri dan bukan karena paksaan. Kemudian Nabi Ismail tidak lupa meminta pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar ia diberi kesabaran. Saat itu Ismail tidak mengandalkan kekuatan yang ada dalam dirinya, melainkan ia meminta kekuatan dari Allah. Karena itu juga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencatat nama Nabi Ismail sebagai golongan Nabi yang sabar. Nabi Ibrahim semakin mantap menunjukkan kepasrahan dan kesabaran menjadi hamba Allah, yang di satu sisi ia bersyukur dikaruniai anak yang penyabar.
Kemudian ayah dan anak itu pergi ke tempat yang tinggi, Di atas tempat itu Ismail membaringkan badannya bersiap untuk dikorbankan oleh ayahnya. Namun, ketika semua siap, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan wahyu yang menggantikan Nabi Ismail ‘alaihissallam dengan seekor sembelihan yang besar.
Allah Subhanahu Wa Ta‘ala berfirman:
وَنَادَيۡنٰهُ اَنۡ يّٰۤاِبۡرٰهِيۡمُۙ قَدۡ صَدَّقۡتَ الرُّءۡيَا اِنَّا كَذٰلِكَ نَجۡزِى الۡمُحۡسِنِيۡناِنَّ هٰذَا لَهُوَ الۡبَلٰٓؤُا الۡمُبِيۡنُ وَفَدَيۡنٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيۡمٍَ
Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim. Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”.
(Surah Ash-Shaffat 104-107)